Total Page Views (◦'⌣'◦)

Tuesday, May 8, 2012

Zayn Love Story (ZLS) from @Indo1DMoments

5 months ago... (Writer's POV) "Chloe, I love you. You're different. You're special. Would you stay in my heart, be a part of my life, always beside me, and love me back?" Tanya lembut. "I... Well, are you sure about it? I mean, I'm not pretty. And you know, I hate smokers. And you're smoking. I don't like it. Sorry Zayn". "You're not. You're unique. And I promise I'll stop smoking. I will try. Please? Be Zayn Javaad Malik's girlfriend?" Tanya Zany squall lagi dengan senyum manisnya. Berharap Chloe mengatakan 'Yes'. "Yes.." jawabnya malu-malu. "Everyone! Chloe Jenneth is my official girlfriend now!" Teriak Zayn, yang membuat pipi Chloe bersemu merah. "Zayn! Shut up! I'm shy!" Kata Chloe pelan. Zayn tersenyum lebar, dan memegang pipi Chloe. "My baby Chloe, we're alone in this lake. Don't worry. But if there's someone else in here, its okay. So world can know if you are my girlfriend". "Aww. I'm so lucky to have you as my boyfriend!". Mereka berpelukan, menyaksikan indahnya matahari terbenam. Berharap cinta yang telah dirajut takkan putus. Now... (Chloe's POV) "Zayn! You're smoking again!?" Tanya Chloe kesal. "I'm.. Well, actually, its hard to stop smoking Chloe". "But you can stop if you want!". "I want to but it just too hard..". "Liar!". "No I'm not. Please. Understand me. Accept me as who I am now. I'm sorry if I lied to you. I'm sorry. But I still and always love you. Okay? Please. I'm begging you". "Huh, okay. But don't smoking around me". "Thank you!" Kata Zayn girang sambil memeluk tubuh Chloe. Sebenarnya, sangat susah menerima fakta bahwa Zayn merokok lagi. Aku tak suka perokok. Aku benci menghirup asap rokok. Rokok hanya akan membuat orang sakit. Sama sekali tak ada kelebihannya. Mengapa Zayn tak mengerti akan itu? Tapi, ya sudahlah, bagaimana pun aku masih cinta kepadanya. Mungkin aku harus menerima kekurangannya yang satu itu. 1 month later... (Zayn's POV) Hari yang melelahkan. Chloe tak ada di sampingku. Sepi tanpa kehadirannya. Ia baik, cantik, pengertian, ramah, dan berbagai sifat baiknya. Ia selalu mengerti aku, men-support-ku, dan menyenangkanku. Dia hanya terlalu manis. Tapi entah mengapa, aku tak bisa menjauhkan rokok dari kehidupanku. Mungkin aku terbiasa akan itu. Aku berusaha tidak merokok selama 5 bulan demi Chloe tapi ya tetap saja susah. Untung ia mau mengerti. Dan, aku merasa bahwa aku sangat beruntung memilikinya. Ku ambil gitarku yang berada di pojokan kamar. Membuat lagu tentang Chloe. Agar dia tau betapa spesialnya dia bagiku. Setelah 3 jam didepan kertas-kertas, lagu ini hampir selesai. Namun entah mengapa aku merasa dadaku sesak. Rasanya seperti diikat oleh tali tambang, sakit. Sangat sangat sakit. Aku mulai merasa kehilangan oksigen. Tak ada yang bisa ku lakukan selain mencengkram kasur tempat tidurku. Tapi, nampaknya itu tak berhasil. Karena perlahan, aku pun mulai merasakan pusing. Pandanganku mulai kabur. Sampai akhirnya, semua tampak gelap... (Chloe's POV) Aku panik ketika melihat Zayn terbaring lemah tak bergerak. Aku shock, sangat takut sesuatu terjadi apanya. Meski yang lain memberitahuku Zayn akan baik-baik saja, aku tetap takut. Zayn masih berada di dalam ruang UGD. Jantungku berdetak kencang. Tuhan, apa yang terjadi sebenarnya? Tolong selamatkan Zayn... "Who's his family?" Kata sang Dokter ketika ia keluar ruangan. Semua berdiri. "Me" jawab ayah Zayn. "Umm, Mr. Malik, would you come to my room? I wanna tell you something". "Okay". Oh tidak, perasaanku semakin gelisah. Ada apa dengan Zayn? Aku sangat cemas. Aku mengintip ke dalam ruangan, tampak Zayn sedang berbaring dengan banyak alat bantu. Air mataku turun perlahan. Seandainya ada sesuatu yang lebih menggambarkan rasa takut, itulah dia, itu yang ku rasakan. (Writer's POV) Ayah Zayn mengikuti Dokter ke ruangannya. Sejujurnya ia juga deg-deg-an. "Mr. Malik, well, actually your son had a lung cancer". "What!?! Are you... Sure..?" Kagetnya. Bagaimana bisa anaknya menderita kanker paru-paru? "He's smoking, isn't it?". "Yeah". "He's smoking for a long time. That's all because sell very fast growth, abnormal, in lung tissue caused by a change in the form of expansion of the network sell or sell itself" dokter menjelaskan. "Oh my god, how long is his life now?" Tanya ayah Zayn cemas. "Its depend on his life. If he stop smoking, he'll save". "Okay.. What can we do to save him?". "For now, chemotherapy". "Okay. Thank you Sir". "No problem". Mr. Malik berjalan kembali ke ruang tunggu. Ia merasa badannya lemas ketika mengetahui bahwa anaknya menderita kanker paru-paru. Seharusnya ia dari dulu melarang Zayn merokok. Tapi penyesalan selalu datang terakhir bukan? "Yaser, what happened!?" Tanya Chloe cepat. Ia khawatir akan keadaan Zayn. "Well, he's...". "What!? Tell me! Please" bujuknya. Mr. Malik sesungguhnya tak tega melihat pacar anaknya seperti ini. Ia tau Zayn dan Chloe saling mencintai. "Lung cancer" kata Mr. Malik yang kedengaran seperti bisikan. 2 kata yang membuat banyak pasangan telinga yang berada di ruangan itu terkejut dan shock. 2 kata yang mengubah suasana menjadi lebih tegang. 2 kata yang benar-benar menyakitkan. (Chloe's POV) Air mataku mengalir deras. Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku. Kanker paru-paru bukanlah penyakit yang mudah disembuhkan. Resiko kematiannya lebih besar daripada hidup. Bagaimana bisa Zayn menderita kanker paru-paru? Apa karena rokok? Ya, pasti itu. Mengapa Zayn tak mau mendengarkanku sekali saja? Aku tak mau dia sampai begini. Zayn telah dipindahkan ke ruang lain. Aku melangkahkan kakiku ke ruang 363, kamar rawat Zayn. Sungguh berat berjalan kesana. "Krekkk" ku buka pintu perlahan. Zayn, ia terbaring lemah di atas kasur rumah sakit. Aku tak bisa melihatnya seperti itu. Aku duduk di atas kursi di sebelah tempat tidur yang telah disediakan. Mukanya pucat. Tangannya dingin. Badannya kurus. Aku menenggelamkan wajahku di tangan kanannya. "Zayn.. How?" Tangisku. "Wake up Zayn, I really want to see your beautiful eyes. I want you to hug me and say 'everything will be fine'. I want you to make sure no one hurt me. I want you to... Everything. I need you. Wake up please" aku mengeluarkan unek-unekku. Namun Zayn tak bangun-bangun. Tapi aku tetap menunggunya. 1 jam telah berlalu. Banyak orang keluar masuk ruangan untuk melihat kondisinya. Dunia pun sudah mengetahui bahwa Zayn masuk rumah sakit. Untung mereka tak mengetahui tentang 'kanker paru-paru' itu. 2 jam telah berlalu. Keluarga Zayn menyuruhku untuk pulang saja, karena aku pasti capek. Tapi aku tak mau. Aku akan menunggunya disini. Karena aku ingin menjadi orang pertama yang melihatnya menggerakkan jarinya dan membuka matanya. Singkat kata, aku ingin melihatnya tetap hidup. 1 day later... "Hoaaammm..." Aku menguap. Badanku rasanya seperti remuk. "Good morning Chloe". Tunggu. Siapa itu? "Zayn!?! You're awake!??" Kagetku. Mataku mungkin mau lepas. "Yeah hahaha come hereee" ajak Zayn ke pelukannya. Aku segera memeluknya. Melepas semua rasa rindu yang berada dihati. "I miss youuu" ucapku. "I miss you moreee" ucapnya. Setelah beberapa detik, aku melepaskan pelukannya. "Zayn, I've told you to stop smoking but you never listen to me. Now look, you're sick" jelasku. "Yeah. Lung cancer. So bad, haha. Don't worry, I'll stop smoking. I promise" janjinya. "How did you know you had lung cancer? And are you going to make a promise with me again then lie again?". "Dad came here when you're still sleep. No no no, this one is real. I will not smoking again. Okay?" Dia mengulurkan jari kelingkingnya. "Pinky promise?" Tanyaku sambil tertawa. "Yeah haha" jawabnya dengan tertawa juga. Aku pun mengulurkan jari kelingkingku. Aku harap ia tak akan berbohong lagi. 2 weeks later... (Zayn's POV) Aku mulai bisa melepas rokok dari hidupku. Namun aku bosan. Aku capek menjalani kemoterapi. Aku capek minum obat. Aku capek dikasihani. Aku ingin seperti semula. Seharusnya aku mendengarkan kata Chloe dan Directioners, bahwa rokok hanya akan merusak tubuhku. Namun semua terlambat. Aku hanya bisa pasrah. Berharap aku akan sembuh. Hari ini, aku akan menjalani kemoterapi lagi, tapi bersama Chloe. Bersamanya semua tampak lebih menyenangkan. "Hey, you're ready?" Tanyanya. "Yeah. Let's go" jawabku sambil memegang tangannya. Kemoterapi terasa sangat cepat hari itu. Entah karena aku termotivasi untuk sembuh atau kehadiran Chloe. "Umm Chloe, would you accompany me to chemoterapy again tomorrow?" Tanyaku hati-hati. Takut ia keberatan. "Of course yes! I would do anything to you. Hahaha" jawabnya riang. Aku hanya tersenyum melihat tawanya. Sungguh manis. 1 week later... Oke, tak bisa ku pungkiri, aku bosan, dan aku berniat untuk pergi ke club. Sudah lama aku tak kesana. Tapi aku ke sana bukan untuk mendekati cewek-cewek 'nakal', kau tau, hanya refreshing, ingat itu. Lagi pula aku sudah punya Chloe dan Dokter melarangku untuk minum. "Zayn! Hey man!" Sapa seseorang. "You don't remember me? I'm David, the guy that teach you how to smoking. Hahaha" tawanya. "Ohh hahaha yeah I do. You're a bad boy when you're still school!". "You too! Not just me bro". Kemudian setelahnya kami berbincang-bincang mengingat masa-masa sekolah. Tiba-tiba, aku melihatnya mengeluarkan bungkus rokok dan mengambil satu batang rokok. "You want?" Tawarnya. "No thanks" jawabku. "Huh? Why? Zayn Malik stop smoking? Amazing!" Katanya berpura-pura kaget. "Well, I had a lung cancer. I can't smoking and drinking anymore" ucapku sedih. "Oh man, how? Oh my god I'm sorry to hear that. Get well really fast Zayn". "Thank you" kataku dengan senyuman. "But, do you really can stop smoking?". "Actually its hard but I will try, for my life". "You sure you don't want to try this one? The last of your life". Aku bingung. Tawarannya sungguh menggoda. The last of my life... Tanpa ku sadari, David telah meletakkan sebatang rokok di tanganku. "Suck it Zayn, before you'll never do it again". "But...". "The last of your life". Ya, terakhir dalam hidupku. Perlahan, ku gerakkan rokok itu menuju mulutku. Perasaanku berkecamuk. Takut, senang, was-was. Bagaimana dengan Chloe jika ia mengetahui hal ini? Terlambat sudah. Rokok sudah ku hirup. Entah kenapa dadaku menjadi lega. David tertawa dan menepuk bahuku. "You did it bro. Now drink". Minum? Oh tidak, sudah cukup dengan rokok. Aku tak mau minum lagi. "The last of your life". Ah, aku tergoda lagi, dan aku minum. Setelah 1 jam, ia pulang karena ada urusan. Aku pun pulang. Di mobil, baru ku sadari bahwa mungkin ini bukan yang terakhir dalam hidupku. Kenapa? Karena aku mengeluarkan bungkus rokok lagi dari dalam dalam sakunya, yang diberikan David kepadaku. 1 week later... Aku merasa seminggu ini badanku lemah, pusing, dan seperti sesak nafas. Aku ingin memeriksa ke dokter namun ku urungkan niatku, berniat untuk memeriksa keadaanku pada saat kemoterapi besok. "Aww" aku memegang kepalaku. Nyeri rasanya. Ku keluarkan sebatang rokok dari bungkusnya, mencari korek api, dan menghidupkannya. Aku menghirupnya dan menghembuskan. Huh, lega rasanya.. Setelah rokok hampir habis, aku merasakan sakit yang amat luar biasa. Kepalaku, dadaku, semuanya. Seperti ada yang menusukku dari dalam. Batang rokok yang ku pegang tanpa ku sadari terjatuh. Aku lemas. Dan semuanya gelap... (Chloe's POV) "Docter! Hurry! Save him please!" Kataku cemas. Zayn ku temukan terbaring lemas di lantai kamarnya, dengan... Rokok di sebelahnya. Ternyata dia masih merokok, sehingga dia menjadi seperti itu. Jujur saja, aku kesal karena itu. Namun aku tak tau harus berbuat apa. Aku hanya duduk gelisah di bangku sambil memainkan kakiku agar aku sedikit lebih tenang. Tapi percuma. Aku tetap khawatir akan Zayn. Beberapa menit kemudian, Dokter keluar. Aku dan yang lainnya segera menyerbunya. "He's save, but coma" ucap Dokter. "Zayn..." Desisku. Aku melihat perawat-perawat itu membawa Zayn ke ruang lain. Aku mengikutinya. Namun salah seorang perawat melarangku untuk masuk, mereka bilang mereka ingin memasang alat-alat rumah sakit ke tubuh Zayn. Betapa sakitnya hatiku melihat Zayn seperti itu. Perawat itu keluar, dan mengizinkanku masuk. Aku berlari ke arah tempat tidur dan langsung memeluknya. Air mataku mengalir semakin deras. "Zayn.. You're stupid! I've told you to stop smoking but why you didn't listen to me? Zayn, I just want you to still alive. I love you. I don't want something happened to you. Why can't you..." Kalimatku terpotong karena rasa sesak yang benar-benar membuatku seperti kehilangan oksigen. "Wake up hunnie" kataku sambil menggoyang-goyangkan badannya. 1 day later... Zayn masih belum bangun. Aku cemas. Apakah dia masih hidup atau....? Oh tidak, aku tak boleh berpikiran seperti itu. Tentu dia masih hidup. Dia hanya tertidur. Sangat pulas. Ya, itu dia. 5 jam berlalu. Sekarang sudah jam 1. Aku masih setia berada di sampingnya, menemaninya, meski dia tak melihatku. Hingga pada jam 5 sore, jari-jari Zayn mulai bergerak. Matanya mulai mengedip. Aku kaget, namun senang. "Finally" ucapku terharu. Zayn masih mencoba mengembalikan kesadarannya. "Where am I?" Tanyanya pelan. "Hospital" jawabku. "Why?" Tanyanya lagi. "I find you faint in your room" jelasku. "Did you see my... Cigarettes?". "Yeah". "Chloe, seriously, I'd stop. But my friends told me to smoking again. And, well, because I'm bored with my sick life now, I did. And it happened... Till now. I'm sorry. Really sorry. I've broke my promise, twice" kata Zayn. Dari sorotan matanya, ia tampak benar-benar menyesal. "I'm... Confused". "Please. I don't want you're mad at me when I'm die". "No! You'll not. You'll alive" sergahku. "But I will Chloe" ucap Zayn lemah. Aku memegang tangannya, "Zayn, whatever will happen to you, I'll always beside you. I'll never leave you. And you will not die. We'll marry. Live in our house. Take care our son. And live happily ever. Remember that" kataku menenangkannya sambil tersenyum. Ia tertawa. "Amen". Setelah itu, kita tertawa bersama. Aku menghabiskan hari ini bersama Zayn, walau hanya di kamar rumah sakit. Bersamanya, semua tampak lebih indah, tak peduli sedang berada dimana. Malam ini, dia memegang tanganku dan menatap mataku. "Chloe, I love you" katanya tiba-tiba. "I love you too Zayn". "But I love you more". "No, I love you more than you love me more". "My love for you is bigger than you". "Of course I am!". "Me Zaaaynnn". "Nooo. Its meeee". Kami terdiam beberapa saat, dan tertawa. "Of course our love is same sweetie. Hahahahaha" ucap Zayn. Kemudian, dia menatap mataku dalam. "Do you remember how we first met?" Tanyanya. "Yeah. When you're signing my poster, you said I'm beautiful, and asked my phone number. Hahaha" jawabku sambil tertawa. "Yeah hahaha". Ia pun tertawa. Setelah tawa mereda, ia menanyaku kembali. "Please don't ever delete our memories". "Of course no! It will always in my mind and in my heart. Our memories, bad or good, will still be in my life". "Thank you". Zayn mencium pipiku. Aku tersenyum. "Chloe, what will you do if I die?". Hening menghampiri kami. Aku bingung. Tentu aku tak mau dia mati. "But you-". "Just if". Aku terdiam lagi. "I'm sad. Hurt. Crying. How could the one that I loved leave me? How could the one that I want to live with go to the sky? How could a part of my life will never beside me anymore? What will I do without you? I die too. I want to be with you, forever". Lagi-lagi, hening menghampiri. "You can't always sad. You can't always crying. If I die, I can't see you like that from the sky. I want you to open your heart for somebody else, but don't forget our memories. Delete me from your heart, but not your mind". Aku terdiam. Semua yang ia katakan benar. "But it must be hard Zayn". "You're a strong girl. You can. I'll always see you, always support you, always beside you, even you can't see me". "I wish". "If someday you miss me, look at the sky, put your hand in your chest, and say my name. I will always with you". Aku diam, dan memeluknya. Meski aku kurang mengerti apa maksudnya, tapi sepertinya ini pertanda buruk. Kemudian ia mengganti topik, kami berbicara sampai larut malam. Pada jam 12 malam, ia menyuruhku untuk tidur. "Good night my Chloe" katanya sambil mencium dahiku. "Good night my Zayn". Aku tertidur, dengan senyuman terukir di wajahku. 1 day later... (Note: you should listen to When Your Gone by Avril Lavigne while reading this part) Disini sudah ada Harry, Niall, dan keluarga kecilnya. Tiba-tiba aku merasa perutku berbunyi. "Zayn, I'll go downstairs to grab some food. Okay?". "Okay". Ketika aku ingin membuka pintu, tiba-tiba ia memanggilku. "Chloe, I love you". Aku tersenyum. "I love you too!". 30 menit kemudian, aku kembali. Aku sudah tak sabar ingin melihat Zayn lagi! Hehehe. Namun, ketika aku sudah dekat dengan kamarnya, aku melihat orang-orang yang ada disana menunggu di luar kamar dengan muka yang sangat cemas. Bahkan adiknya menangis. Aku berlari ke arah kamar dan bertanya kepada Harry. "Harry, what happened!?" Tanyaku panik. "When you leave, suddenly he can't breath, until he's... Faint" jawab Harry lemah. "What!?" Tubuhku gemetaran. Jantungku serasa ingin lepas. Aku berlari ke depan pintu dan melihat Zayn. Dokter dan perawatnya tampak berusaha keras menyelamatkan Zayn. Harry membawaku ke kursi. Aku menangis. Berharap dengan ini rasa sakit hatiku dapat terimbangi. Namun aku salah. Semakin keras aku menangis, semakin sakit yang ku rasakan. Harry memeluk tubuhku yang gemetaran. "Chloe, trust me, everything will be fine. He'll save" Harry berusaha menenangkanku. Tapi percuma, aku sudah terlanjur takut. Dokter keluar. "Sorry but... He's gone". Rasanya seperti petir yang menyambarku, ubur-ubur yang menyetrumku, batu seberat 5 ton dilempar kepadaku, paku-paku ditancapkan ke tubuhku. Aku lemas. Bagaimana bisa? Tadi dia masih baik-baik saja bukan? Apa kata terakhir yang dapat ku dengar hanya 'I Love You'? Apakah itu adalah saat terakhirku melihatnya dan mendengar suaranya? Semua ini sangat tak masuk akal bagiku. Untung ada Harry disampingku. Aku berlari masuk ke kamar dan memeluk Zayn. Aku menangis, terus menangis. Tak peduli seberapa besar mataku sekarang. Aku mengguncang-guncangkan tubuh Zayn, berharap dengan itu ia sadar. Tapi ia tak kunjung sadar. "Zayn, you're lied again! You said we'll always together, you said you'll always beside me, you said you want to be with me. But look! You leave me! You're gone! Wake up Zayn! You're a liar! Please, wake up! I really can't live without you!". Harry menarik tubuhku dan memelukku erat. "Ssttt, he'll be fine above there". "He lied Harry. He lied! I want to see his eyes. I want to see his smile. I want to see his laugh. I want his hand touch mine. I want his strong arm hug me. I want his lips in mine. I want he's smile when I made a joke. I want him Harry, I want him!". Harry tak berbicara apa-apa. Aku hanya menangis dalam pelukannya. Berdoa ketika nanti aku bangun, ini semua hanyalah mimpi. Berharap tiba-tiba Zayn bangun dan berteriak 'Boo!' Kemudian semua orang tertawa dan Zayn memelukku. Aku sangat tak siap kehilangan Zayn. Semua tentangnya begitu sempurna. Sangat sulit untuk dilupakan. Aku tak akan bisa melihatnya lagi, memeluknya, memegangnya, bersamanya. Semua seperti mimpi. Zayn baru 19 tahun, tapi harus meninggal hanya karena sebatang rokok? Aku benci rokok. "Harry, Zayn's gone. He leave me. He doesn't love you" kataku lemah. Harry membelai rambutku dan mengusap bahuku. "Chloe, wherever is he now, he will always love you. He'll always remember you. He'll never forget you. Time will make you accept this" ucap Harry menenangkan. 3 days later... Jasad Zayn telah dimakamkan. Sepanjang pemakaman, aku hanya menangis dan menangis. Aku masih tak rela ia pergi. Aku rindu padanya. Tak ada lelaki lain yang mampu membuatku lemas seperti ia. Hanya ia yang ada di hidupku. Ia yang benar-benar mengertiku. Ia yang selalu ada di sampingku saat semua orang sibuk dengan urusannya masing. Jadi apa aku tanpanya? Namun Zayn benar. Aku harus mencoba menerima kenyataan, sepahit apa pun itu. Aku harus kuat. Aku tak boleh terus-terusan menangis. Aku harus berjalan dengan kepala yang tegak, bukan kepala yang tertunduk. Semua ini, akan menjadi pelajaran berharga bagiku. Bagaimana pun, semua orang akan kembali pada-Nya. Dan pada saat aku telah siap dengan hidupku tanpanya, aku harus membuka kembali hati ini. Bersiap menerima lelaki yang lain. Namun Zayn, akan tetap berada di hatiku dan menjadi bagian dari hidupku. Sekarang,

No comments:

Post a Comment